Jika suatu hari nanti kita tidak bersama-sama lagi, aku harap kamu sehat. Jangan lupa jaga makan, aku tahu tubuhmu kurang kuat. Jangan lupa jaga pikiran, aku tahu berisik di kepalamu kadang jahat. Jangan lupa jaga perasaan, aku tahu impianmu besar dan sulit bagimu mengusahakan semuanya dalam waktu singkat. Aku tahu beberapa hal tentangmu, aku yakin takkan bisa melupakannya begitu saja, tapi cukup sampai di situ.
Mungkin besok atau kapan, aku tak lagi bisa menemanimu ke tempat wisata yang ramai dibicarakan orang di seluruh penjuru kota. Cerita kita akan tetap di masa itu, juga setidaknya tersimpan dalam kamera. Itu pun jika kameranya masih bisa digunakan. Sayang, aku tidak bisa menjanjikan masa depan. Tak satu pun dari kita mampu. Setiap dari kita mengerti, cepat atau lambat, kita akan bertemu perpisahan. Berpisah dalam bentuk apa saja; baik atau berkonflik, damai atau ramai, masih lama atau tiba-tiba. Namun, sampai saat itu datang, bisa ya tiada benci di antara kita? Meski tidak bisa saling berjanji, semoga kita bisa saling memaafkan.
Tulisan ini bukan untuk membuatmu menangis. Tulisan ini untukku menerima bahwa tidak ada yang namanya selamanya, sekalipun kita. Tanpa harus terucapkan, akan selalu ada selamat tinggal setelah salam kenal, dan itu biasa. Segalanya berlangsung sementara, dan itu biasa. Namun, selama ini dan sampai kapanpun, aku senang melihatmu terus melanjutkan hidup. "Teruslah hidup sampai embusan napas terakhirmu, ya." Setidaknya itulah satu pesan sekaligus janji yang tidak kuingkari, dan itu luar biasa.
Terima kasih banyak. Meski belum genap dari sama-sama, satu per satu dari kita sudah berjalan sendiri-sendiri. Tetap saja, terima kasih. Terima kasih sudah hidup dengan bahagia selama momen-momen sementara bersamaku. Terima kasih sudah tertawa dan menangis dengan tulus di depan mataku. Jika nanti keseharianmu berjalan tanpa ada lagi sapaanku, tulisan-tulisan ini akan menggantikan suaraku. Meski tidak cukup dan tidak akan pernah cukup, kamu tahu, bukan aku yang menginginkan kepergian lebih dulu, tapi waktu. Kamu tahu, aku memilih untuk menghabiskan waktu-waktu terakhir bersamamu. Lalu mungkin kini, sudah waktunya kita cukup sampai di sini. Mungkin kini, sudah waktunya kita kuat menghadapi kenyataan sendiri-sendiri.
Sampai nanti. Sampai jumpa di waktu lain (yang semoga) kita bisa bertemu lagi.
Dari yang tak mampu di sisimu lebih lama dari surat ini,
Matsuri.
Catatan:
Tulisan ini terinspirasi dari film Jepang yang berjudul The Last 10 Years. Film tersebut diangkat dari kisah nyata seorang perempuan yang didiagnosis suatu penyakit sehingga hidupnya tinggal 10 tahun lagi. Di dalam film, perempuan tersebut bernama Matsuri. Di penghujung hidupnya, Matsuri bertemu kembali dengan Kazuto, teman lamanya. Tulisan ini adalah surat yang seolah-olah ditulis oleh Matsuri kepada Kazuto.