 |
Wisdom Park UGM kalau ga pas hujan, enak buat lunch with view! |
Saat aku menulis ini, 2022 sudah masuk Juli. Cepat sekali. Hampir setahun ini aku senang melakukan perjalanan impulsif ke Jogja. Sudah dua kali aku impulsif ke Jogja sendiri pada Desember dan Mei kemarin. Ya sebenarnya ga impulsif-impulsif banget, tapi kupikir cukup mendadak. Dengan pertimbangan "kapan lagi kan, mumpung besok bisa" dan perjalanan Solo-Jogja dengan KRL yang hanya sekitar 1 jam, aku memutuskan berangkat.
22 Desember 2021 aku ke Jogja untuk merayakan kangen pada dua kawanku, Nur dan Lifi. Selain itu, mungkin karena aku ga ingin kehilangan waktu. Kehilangan Bapak di bulan sebelumnya, November, membuatku sadar bahwa di masa depan, aku pasti bakal menemui kehilangan-kehilangan lainnya. Kehilangan jadi hal yang pasti terjadi dan sekarang sedang menunggu waktunya saja, bukan? Kupikir apa yang bisa dilakukan di masa sekarang ya menikmati apa yang terjadi sekarang.
Being here and now, live up life to the fullest.
Sebelum Nur berangkat kuliah lapangan di Pacitan, Lifi kerja praktik di Kediri, dan aku dengan
chaos-ku sendiri, dengan itu kusadari pertemanan antarkota antarprovinsi ini jarak terpisahnya bisa jadi lebih jauh lagi. Kesibukan yang ga bisa dipungkiri dan aku bersyukur untuk itu. Aku bersyukur aku dan kawan-kawanku ada kegiatan, bisa produktif dan bertambah pengalaman, makanya kupikir perkara kangen ini memang jadi hal yang harus disempatkan.
 |
Dari kiri ke kanan: aku, Lifi, Nur. |
Perjalanan impulsif kedua, 19 Mei 2022. Satu hari di antara dua hari penuh jadwal, aku berangkat untuk merayakan Lifi yang baru selesai sidang dan kembali ketemu Nur juga. Di perjalanan kedua itu, kusadari menjadi dewasa ternyata ada sisi menyenangkannya. Aku sudah punya sendiri KTP, e-money, ponsel, pengetahuan tentang perjalanan yang akan kulalui, juga keberanian untuk menghadapi apapun yang akan terjadi. Aku punya kesiapan dan waktu cukup. Aku sangat bersyukur untuk itu.
Perjalanan kedua itu lebih singkat, sore berangkat lalu malam sudah kembali lagi. Lelah? Sedikit, tapi jauh lebih banyak senang dan bersyukur. Entah kenapa juga waktu itu yang muncul di wajah hanya senyum dan yang dibawa pulang adalah kelegaan. Mungkin karena aku sangat senang Lifi akhirnya sidang, juga masih sempat berjumpa Nur sebelum ia berangkat kuliah lapangan lagi. Lagipula waktu itu sekalian refreshing jalan-jalan di tengah kesibukan dan lagi-lagi aku sangat bersyukur diberi Allah celah untuk menjaga kewarasan.
 |
Dari kanan ke kiri: Nur, Lifi, aku. |
Sebenarnya ada ketakutan apakah impulsivitasku ini benar agar tak kehilangan waktu atau malah buang-buang waktu. Namun, aku berhenti menanyakan itu dan tetap memutuskan berangkat. Pada akhirnya kedua perjalanan impulsif itu sama-sama memberi makna dan jadi keberangkatan yang ga kusesali.
Bertambah tua, aku takut tumbuh menjadi orang penakut dan ignoran yang ga bisa live up life to the fullest. Takut nyesel setelah ambil keputusan, takut salah ambil langkah. Padahal waktu terus berjalan dan diri berharap jadi lebih baik di masa depan. Namun, setelah dipikir-pikir lagi, bukannya memang life is full of learning from experiences including mistakes so that's how humans are growing?
Dalam konteks keluar dari ketakutan yang ga bawa diri kemana-mana ini, barangkali seperti naik KRL ke Jogja. Kalau naik KRL, bisa sampai ke Jogja. Kalau ngga, tetap di tempat. Sama halnya kalau melakukan sesuatu, bisa jadi makin dekat bahkan sampai ke tujuan yang diharapkan. Kalau ga melakukan sesuatu, mungkin sampai ke tujuan jadi lebih lama.
Di masa menjadi dewasa selanjutnya, barangkali memang hidup berjalan dari satu kehilangan ke kehilangan lain, satu ketakutan ke ketakutan lain. Namun, di antaranya juga ada satu syukur ke syukur lain, satu kesempatan ke kesempatan lain. Punya banyak target ke depan memang bagus, tapi waktu sekarang juga bagus disempatkan untuk dirayakan dengan orang-orang baik, pikiran-pikiran positif, juga mungkin sedikit perjalanan impulsif;)
#30haribercerita
#30hbc22
#30hbc2203