Sabtu, 06 Juni 2020

Di sela hafalan Sobotta
Masih ada ruang istimewa di kepala
Lekat sukarela dalam sukma
Lebih dekat dari jas putih berkancing dua
Sayang, pergimu lebih panjang dari antrian praktik
Sayang, hadirmu lebih lekas dari tulisan antik

Walau banyak kudengar kabar duka
Kabarmu jadi paling baka
Tempa telinga siksa sukma
Bagaimana tidak?
Yang erat beralih tanpa sua
Yang kuat beralih tanpa daya

Sejenak sang dokter menyerah
Menyerahkan perih dengan lirih
Menyerahkan luka pada air mata


"Luka Sang Penyembuh" aku tulis kemarin malam dengan bayangan seorang dr. Rustam Sunaryo, Sp.OG dalam kepala. Beliau adalah orang yang pertama kali membuatku sangat kagum dengan profesi dokter. Bukannya sebelumnya tidak kagum, tapi entah kenapa sejak SD sampai pertengahan SMA, aku tidak tertarik menjadi dokter sama sekali meski banyak kawanku mencita-citakannya. Di pertengahan SMA itu, sepanjang sore dengan perutku tersiksa dan semalam sebelum ujian biologi dan prakarya, aku berjumpa dengan Pak dr. Rustam. Cerita ini mungkin terlalu berlebihan bagi beberapa orang, tapi malam itulah momentum "keren banget ya.." milikku tiba. Bagiku, itu berharga.

Kau hanya perlu mengeluh tentang rasa sakitmu lalu sedikit mengecek, menulis, dan boom! Jadilah deretan resep obat yang setidaknya menenangkanmu sebelum tidur. Diagnosis pasti tidak mudah, ya? Segala yang berhubungan langsung dengan nyawa, tapi bisa diatasi dengan tenang. Ketenangan dokter yang khas sekali.

Rumah sakit dan klinik. Antrian pasien beliau, uh, banyak sekali. Banyak mobil akan parkir di depan rumahnya saat jam praktik buka. Beliau sudah banyak berkecimpung di sana dan pasti sudah banyak mendengar kabar duka. Hingga pada beberapa minggu lalu, istrinya meninggal dunia. Baru Rabu kemarin, aku mendengar cerita dari seorang ibu yang membantu di rumahnya bahwa beliau sering menangis. Aku terenyuh. Sosok yang membuka mataku, membayangkannya tersedu sendirian dalam rumah yang besar itu.  Oleh karena itu, aku menulis "Luka Sang Penyembuh" untuk beliau.

Mungkin tidak seluruh diksi dalam puisi ini valid dengan keadaan Pak dr. Rustam karena ketidaktahuanku. Namun, mendengar kabar beliau lalu menuliskan ini, aku makin mengerti bahwa cinta itu nyata. Bagi orang yang mengasah logikanya bertahun-tahun saja, cinta itu nyata baginya. Apalagi bagi remaja labil yang banyak bertanya? Sangat mungkin juga, bukan? Kemudian, hal yang sangat mungkin lagi bagi manusia adalah kesedihan, sebuah bakat dan tak apa untuk dihadapi tanpa berpura-pura kuat.

Mau dihadapkan pada cinta atau kesedihan, ga usah takut. Ga usah takut lama-lama. Pelan-pelan, ya. Baik-baik, diri.

Orek-Orekan Salma . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates