Sabtu, 08 Juni 2024


Ada kalanya kepalaku membuat-buat dikotomi tentang waktu dalam sehari: pagi itu baik, tapi malam jahat. Kadangkala keduanya bergantian peran. Sekarang, peran yang pertama sedang meradang.

Sejam lagi, Minggu akan segera tutup hari. Aku belum ingin tidur, tapi punggungku sudah lurus di kasur. Setitik lampu kecil dari laptop di meja masih centil berkedip menggoda untuk bekerja. Entahlah ia sedang menggoda atau sebenarnya memberi tanda sudah tak kuasa kebanyakan tidur dan maunya dimatikan saja. Namun, ini bukan tentang laptop.

Kini malam, dan ini tentang ketakutan yang menghunjam menjelang pejam.

Aku berharap bisa beristirahat dengan tenang. Bukan hanya orang meninggal yang berhak didoakan demikian, kan? Akhir-akhir ini, istirahat dengan baik saja aku tak mampu. Sedikit banyak, itu juga mempengaruhi performa kerjaku. "Lagipula istirahat apa yang pantas didapat oleh pribadi pembuang-buang waktu dengan dalih mengumpulkan semangat baru," ucap kepalaku. Tiap malam berseteru antara mana yang lebih berhak disayang--mata panda atau kepala batu--kebanyakan akhirnya kupasrahkan resah sampai lelah untuk menentukan kapan keduanya kalah. Tidur terjadi ketika peperangan sunyi dalam diriku dipaksa usai, bukan ketika pekerjaan asli benar-benar selesai. Sekadar tidur saja, harus kerja keras, ya?

"Keberanian adalah ketakutan setengah mati yang tetap diperjuangkan," begitu dulu kata seorang dosen psikologi.

Bagiku, dulu ketakutan muncul di hadapan hal-hal besar, seperti ujian sekolah, lomba tingkat kota, masuk kamar mandi setelah nonton film horor, dan masuk rumah orang yang memelihara anjing garang. Namun, entah bagaimana sekarang menghadapi gelap pejamku sendiri menjelang tidur di malam hari terasa menakutkan juga? Takut bangun kesiangan. Takut tak cukup waktu menyelesaikan pekerjaan. Takut terlambat kegiatan. Namun, kalau tak tidur, takut kliyengan dan pingsan, takut merepotkan orang. Lagi-lagi, kupasrahkan resah sampai lelah untuk menentukan siapa yang duluan kalah antara aku atau ketakutanku.

"Dengan begitu, aku sudah hidup dengan berani belum, Bu?" tanyaku kalau bisa kutemui lagi dosen psikologi itu.

Meski tidak bertemu dengan siapapun yang diharapkan, hidup terus berlanjut. Aku harus lebih dulu menemui ketakutanku, sebelum orang lain menjadi samsak dari urusan dengan diriku sendiri yang belum selesai ini. Tidak jarang karenanya, kutarik diri sejauh-jauhnya dari orang lain agar tidak ada yang kulukai dengan tidak sengaja. Sekadar menjadi diri sendiri, berbahaya, ya? 

Untuk sementara, kuusahakan hidup dengan berani dengan menata diri menjelang lelap di malam hari. Untuk selanjutnya, akan kuceritakan lagi nanti. Aku tidak janji, tapi semoga aku tidak tidur terlalu lama.

#30haribercerita
#30hbc24
#30hbc2404

Orek-Orekan Salma . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates