Rabu, 15 Desember 2021

Beberapa kawan yang membersamai selama memimpin

Takut.

Kata di atas bukan sekadar kata pertama postingan ini. Kata itu menjelaskan vibes pikiranku jika bicara tentang serba serbi judul postingan ini. Kata itulah kata pertama yang kukatakan pada ketuaku sewaktu aku ditawari menjadi ketua bagian lain yang mana posisi ketua paling tinggi pertama yang kuterima seumur hidup. Ya, akhirnya aku menerimanya, tapi kata itu--takut--tetap tinggal. 

Pikiranku liar, pun rasa cemasku. Aku terbiasa begitu selama menjadi apapun yang di sana aku dipanggil sebagai pemimpin.

"Kenapa harus aku? Seharusnya bukan aku. Seharusnya bukan aku," adalah yang sering berputar di sarang pikiran negatif itu.

Awalnya aku tidak bisa berhenti membayangkannya. Hingga akhirnya, beberapa acara berjalan dengan aku dan orang-orang pemberani itu melalui segala takut juga cemas kami bersama. Ternyata semua rencana satu per satu terlaksana. Ketakutan yang masih terasa ternyata bisa menguap begitu saja sementara, sambil kami menjalankan acara. Ternyata hal semacam itu bisa terjadi.

Kadang aku merasa heran dan penasaran bagaimana orang-orang ada yang begitu menginginkan jabatan menjadi pemimpin. Mungkin memang karena imbalan, kekuasaan, ke-lebih-mudah-an, pengalaman, bahkan pengabdian. Aku tidak tahu apakah para pemimpin negeri ini juga ada yang mengalami ketakutan sepertiku, tapi mungkin beberapa tidak sebab dana bansos rakyat saja bisa-bisanya dikorupsi. Maksudku, dengan menjadi pemimpin, apa yang seharusnya dicari? Bukankah tanggung jawab besar yang ada sudah cukup menantang (atau bahkan menakuti) diri?

"Ya nanti kalau kamu jadi ketua, kamu ubah sistem itu jadi lebih baik."

Aku melihat ke belakang. Saat aku menjadi staf dan ingin mengubah sistem atau sesuatu yang menurutku kurang, aku tidak begitu punya kuasa untuk itu. Aku bisa saja memberi kritik saran pada ketuaku, tapi masalah waktu, beberapa masukan tinggal jadi bahan evaluasi saja dan timbullah angan memperbaikinya di masa depan. Timbullah angan menjadi pemimpin. Namun, beberapa masukan dan angan memang mudah saja disampaikan. Saat tiba waktunya bisa eksekusi, ternyata tidak semudah itu ferguso. Timbullah kecemasan sebagai pemimpin.

Sempat tiba waktu aku berpikir hal-hal seperti 'apakah jadi staf saja ya selamanya', 'apakah tak usah menikah saja ya biar tak menambah urusan dengan orang lain'. Urusan memimpin diri sendiri saja masih harus banyak belajar, apalagi memimpin orang banyak sambil masih mengenal personal mereka seiring waktu. Barangkali memang itulah sulitnya manajemen tim dan skill abad 21 termasuk di dalamnya kemampuan kolaborasi dan komunikasi yang baik. Barangkali juga makanya ada nasihat semacam: ga usah pacaran kalau belum "selesai" dengan diri sendiri.

Bicara tentang pemimpin, aku juga teringat dengan ayat di agamaku yang ini:

Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. 

-Q.S. Al-An'am ayat 165

Wah, kalau sudah bawa ayat gini, aku ga bisa sosoan menafsirkannya semauku. Namun, sungguh, ayat itu kucantumkan karena itulah yang membuatku menyadari apa yang kurang sehingga muncul ketakutan. Setelah membaca ini dan ini, kusadari memang pemimpin itu butuh dan harus dilandasi ilmu pengetahuan, ga bisa asal karena udah dipilih dan dipercaya. Jadi, aku yang takut, cemas, tidak percaya diri, barangkali memang karena kurang ilmu. Sebagai pemimpin, sepertinya menimba ilmunya memang ga bisa ya dari teori saja? Istilahnya kudu ada learning-by-doing, baik dalam memimpin orang lain dan diri sendiri. Makanya, takut-cemasnya dihadapi, dikontrol, biar softskill kepemimpinannya dikit-dikit bisa ke-unlocked ya, diri.

Tentang pemimpin, kumaknai sebagai orang yang berani mengambil tanggung jawab dan memegang komitmen. Makin ke sini, aku makin mengagumi orang-orang pemberani itu. Makin ke sini, aku makin hati-hati menerima tanggung jawab dari orang-orang yang percaya padaku. Tampak sulit sih memang, tapi dengan satu saja tujuan kuat di awal bisa membuat diri bertahan, entah bagaimana nanti kesulitan pasti terlewati juga. Pemimpin dengan niat baik dan belajar bersama orang banyak, bukan mencari pembenaran dari yang buruk dan merugikan khalayak.

Makin banyak tanggungan orangnya, menjadi pemimpin bagiku masih begitu menakutkan. Namun, jika selanjutnya memang ada panggilan hati yang meyakinkan, menurutku setiap orang akan bergerak dan mengambil sendiri aksi yang diperlukan, menjadi pemimpin sekalipun. Kalaupun tidak, bukan berarti sama sekali tidak peduli, tapi mungkin ada tujuan, jalan, bahkan kesempatan lain yang memerlukan perjuangan berbeda dan caranya bukan dengan memimpin orang lain.

Kalau menurutmu bagaimana?


@30haribercerita

#30haribercerita

#30hbc21

#30hbc2114

Orek-Orekan Salma . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates