Hari Kartini ke-19
⚠️Trigger warning: self harm, suicide attempt⚠️
Katanya, "Jangan lupa bahagia."
Katanya pula, "Bahagia itu harus."
Kepada kepala yang melulu berpikir mati setiap keresahannya hidup datang, tenang.
Kamu. Bisa. Tidak. Berakhir. Sekarang.
Banyak yang berlalu tampak penuh hikmah bisa diunduh lalu tetiba menjelma orang bertaubat yang bijaknya tiada obat. Banyak yang di depan mata tampak penuh lelah yang bisa membunuh lalu tetiba menjelma orang terlaknat yang sajaknya tiada selamat.
Kuingatkan. Kutekankan. Lagi. Bahwa.
Lihat.
Lubang hidung siapa yang sedang menarik ulur udara saat ini juga?
Kamu.
Ya, itu kamu.
Kamu. Yang. Kuat. Sekali.
Tempo hari ketika kamu menyadari kamu tak tahu apa-apa tentang bagaimana sesungguhnya mengHARGAi apalagi menCINTAi, dan malah memutuskan untuk memBENCI diri sendiri, beberapa hari selanjutnya dirimu di masa depan berterima kasih.
Terima kasih sudah menahan dan tak mengibaskan sesenti pun logam tajam ke kulitmu yang kusam.
Terima kasih sudah menahan dan berpikir ulang bahwa melompat dari lantai dua takkan menjaminmu seketika hilang.
Terima kasih sudah tetap ADA sampai akhirnya tiba di hari kamu menyadari kurangnya rasa bahagia.
Dan itu tak apa. Tak ada yang menyalahkan dirimu sebelumnya.
Berkeliling di sosial media di hari peringatan lahirnya ibu pejuang emansipasi perempuan di negeri ini, aku banyak melihat foto Ibu R.A. Kartini tersenyum tipis. Tipis yang manis.
Ibu, misalkan aku masih bisa melihat langsung wajahmu, lalu kucurahkan semua buruknya isi kepalaku, barangkali Ibu akan sedih. Mungkin juga menangis, seperti apa yang dengan mirisnya mataku lakukan. Mengapa semuanya terjadi seperti harus aku, aku, dan aku lagi, Bu? Mengapa yang terjadi ini terus terlihat sebagai hal-hal tidak adil yang tak kunjung cuil, Bu? Padahal di masamu belia, ketidakadilan yang jelas adanya itu kauperjuangkan sampai akhir kehidupan.
Memang perbandingan yang tidak setara. Namun, membaca kisahmu, mengingat kutipanmu, membayangkanmu di usiaku, aku jadi sedikit menyala, Bu. Menyalakan sadar bahwa aku pun sama-sama perempuan, sama-sama manusia. Mungkin tidak semua yang bisa kaulakukan juga bisa kulakukan, Bu. Namun, beberapa kali kucoba merefleksikan bagaimana ulet gigihmu dalam hidup yang sepertinya memang selalu berawal tampak tak adil ini, aku memahami makna perjuanganmu, Bu. Dan itu buatku pelan percaya bahwa aku juga bisa bersemangat dengan caraku untuk masaku kini.
Ibu, aku berterima kasih kau sudah menahan selalu.
Menahan dan tetap menjalankan mimpi-mimpimu.
Sampai bagian dari mimpi itu masih terkabul pada masaku.
Terima kasih, Ibu.
Dari aku yang senang merindukan April, bulan kelahiranmu.
![]() |
Gambar diunduh setelah membuka halaman di https://indonews.id/artikel/29063/Simak-Yuk-7-Fakta-Seputar-RA-Kartini-No-4-dan-5-Bikin-Iri/ |
#30haribercerita
#30hbc2106